PERBEDAAN CARA PANDANG YAHUDI IBRANI DAN YUNANI HELENIC
Oleh : Pdm Ir Benyamin Obadyah
Oleh : Pdm Ir Benyamin Obadyah
Setiap bangsa dan bahasa mempunyai cara pandang atau cara berpikir
sendiri. Ketidaktahuan akan adanya perbedaan cara pandang akan
menghambat komunikasi bahkan akan memicu kesalah-pahaman dan konflik
antar kelompok. Ketika mengikuti suatu pelatihan di Kuala Lumpur,
Malaysia; saya ditanya oleh teman orang Malaysia, bagaimana orang
Indonesia mengucapkan pukul 08.30. Saya jawab, setengah sembilan. Ah,
bagaimana pula, setengah sembilan sama dengan empat setengah, ujarnya.
Bagaimana dalam bahasa Malaysia?, tanya saya penasaran. Delapan
setengah, jawabnya sambil tersenyum merasa unggul. Pengalaman ini
terjadi karena ada perbedaan cara pandang, bahasa Indonesia memakai
basis angka yang dituju (dhi 9) sedangkan bahasa Malaysia memakai basis
angka yang sudah dilalui (dhi 8). Kejadian ini merupakan contoh ringan
perbedaan cara pandang, tetapi dalam kasus lain perbedaan dapat
menimbulkan akibat yang serius.
Kalau dalam sesama rumpun Melayu saja sudah terjadi cara pandang yang
berbeda, tidak dapat disangkali bahwa antara bahasa Ibrani dan bahasa
Yunani bukan hanya bentuk dan bunyi abjadnya saja yang berbeda tetapi
juga cara berpikirnya. Ini penting disadari oleh orang Kristen yang
cenderung mengagungkan bahasa dan cara berpikir Yunani karena Tuhan
mengilhamkan seluruh Perjanjian Baru kepada rasul-rasul dalam bahasa
Yunani. Pernyataan yang patut diragukan kebenarannya pada zaman ini.
Semua penulis injil dan surat dalam PB adalah orang Ibrani bahkan Markus
dan Lukas sekalipun. Mereka adalah orang Yahudi yang memakai nama
Yunani. Ketika Ruakh Hakodesh (Roh Kudus) memberi ilham kepada mereka,
mereka tidak tiba-tiba diubah pikirannya menjadi seperti orang Yunani
yang dibesarkan di Athena. Mereka tetap orang Yahudi yang dibesarkan
dengan bahasa ibu Ibrani. Sesuai kesaksian Papias, murid rasul Yohanes,
Mattityahu (Matius) menulis dalam bahasa Ibrani dan orang lain menyalin
menurut kemampuannya (Encyclopedia Britanica 2000, CD deluxe,entry Matthew St). Bahkan menurut kesaksian Epiphanius tentang kelompok Netzarim (Nasrani)
pada tahun 370, pasca Konsili Nicea, “mereka memakai Kabar Baik menurut
Matius yang seluruhnya dalam bahasa Ibrani. Jelas mereka memelihara
naskah ini, dalam bahasa Ibrani seperti tulisan aslinya”
(Epiphanius;Pan.29). Ini menunjukkan bahwa tidak semua naskah PB ditulis
dalam bahasa Yunani. Kalaupun rabbi Shaul (rasul Paulus) sebagai rasul
kepada bangsa-bangsa menulis surat dalam bahasa Yunani, ia tetap orang
Ibrani yang tetap mengaku bahwa ia seorang Farisi (KR 23:6). Ini berarti
untuk memahami kitab suci dengan lebih baik, orang Kristen perlu
memahami cara berpikir Ibrani agar mempunyai alur pikir yang sama dengan
para penulisnya, baik PL maupun PB. Sebagai contoh, Torah (Arab Taurat) dalam naskah Septuaginta (terjemahan PL bahasa Yunani) diterjemahkan sebagai nomos yang
artinya ‘hukum’. Padahal dalam bahasa aslinya yaitu Ibrani seperti yang
diilhamkan oleh Ruakh Hakodesh kepada Musa dan nabi-nabi, torah berarti
‘pengajaran’ yang berbeda dari hukum. Naskah PB Yunani yang
dalam teologi Kristen dinyatakan sebagai ‘diilhamkan langsung’ oleh Roh
Kudus ternyata hanya ‘meminjam’ istilah dari naskah Septuaginta yang
diterjemahkan oleh orang Yahudi atas perintah penguasa Yunani (Helenis) 3
abad sebelum Masehi.
ketujuh diaken di utus ke roma
Orang Yunani memandang dunia dengan pikiran-mind (pemikiran dan konsep abstrak). Sebaliknya orang Ibrani memandang dunia melalui indera-senses (pemikiran
konkrit). Suatu hal dilukiskan dengan cara hal itu dapat dilihat,
diraba, dicium, dikecap dan didengar.Perhatikan pemazmur melukiskan
kebaikan Tuhan dengan cara berpikir Ibrani,
"Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya YHWH itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya! (Mazmur 34-9)
Orang Yunani meletakan semua fakta dalam garis lurus (linear). Kebenaran
ada pada ‘salah satu’ kutub saja. Semua ‘fakta’ ada pada garis lurus,
seseorang menemukan posisinya di salah satu ujung garis itu. Sebaliknya,
orang Ibrani berpikir secara sirkular (lingkaran), kebenaran dapat
muncul sebagai paradoks. Dua fakta yang terlihat berlawanan tetap
diterima sebagai benar ( ini menimbulkan ‘tegangan’). Sebagai
contoh,salib Mesias adalah suatu paradoks. Salib menunjuk pada keadilan,
dosa harus dihukum; tetapi di sisi lain salib juga menunjuk pada kasih,
dosa dapat dihapus oleh darah Anak Domba Elohim. Contoh lain, Torah
berisi kutuk, tetapi Torah juga berisi berkat yang luar biasa. Orang
Ibrani menerimanya tanpa kesulitan; hindari hal-hal yang mengarah pada
kutuk, lakukan hal-hal yang membawa berkat. Orang Yunani, berpikir pada
garis lurus, menghindari ‘tegangan’,menghindari kutuk dengan cara
‘membatalkan’ Torah. Inilah yang diajarkan teologi Kristen. Jelas
teologi Kristen dibangun atas cara berpikir Yunani yang tidak punya
bagian dalam perjanjian Abraham.
Orang Kristen berpikir a la Yunani sulit memahami tulisan nabi
dan rasul yang semuanya orang Ibrani. Ini terlihat dari surat pembaca
dari Heriyanto, aktifis Kristen tinggal di Kebon Kopi, Banten (GAHARU No
44/2006).
Kembali ke akar Ibrani iman Kristen diibaratkan sebagai mobil yang
melaju cepat, tiba-tiba memindahkan persneling dari gigi 4 ke gigi 1.
Logika gigi mobil memang baik untuk gigi mobil. Cara berpikir seperti
itu adalah cara berpikir garis lurus, a la Yunani. Ada cara
berpikir lain, cara berpikir Ibrani yang sirkular. Mesin alam semesta
berjalan dengan logika siklis. Tuhan membuat ukuran waktu dengan model
siklis. Malam berganti pagi dengan bergerak maju, bukan mundur (jarum
jam terus maju ketika jam 12 malam pindah ke jam 1 pagi dini hari).
Demikian juga pergantian bulan, tanggal 31 berubah menjadi tanggal 1
bulan berikut secara tiba-tiba tanpa merusak jam. Pengajaran akar Ibrani
justeru dimaksudkan sebagai gerak maju menyongsong era baru dalam
penghayatan iman Kristen yang telah lebih dari 19 abad diselewengkan
oleh Ajaran Pengganti (Replacement Teology). Pengajaran akar Ibrani merupakan suatu landmark, penanda betapa kekristenan modern abad 21 telah ‘lupa diri’ dari mana asal usulnya.
Labels:
BIBLE STUDY,
IBRANI,
ISRAEL,
TORAH,
YESUS
Thanks for reading BIBLE STUDY : PERBEDAAN CARA PANDANG IBRANI DAN YUNANI. Please share...!
0 Comment for "BIBLE STUDY : PERBEDAAN CARA PANDANG IBRANI DAN YUNANI"